WAJIB
MENDAHULUKAN KHOBAR DARIPADA MUBTADA’
Sudah
kita ketahui dalam artikel sebelumnya bahwa mendahulukan khobar itu ada di empat tempat. contoh yang pertama telah kita pelajari bersama tentunya dalam artikel
sebelumnya.
Berikut ini adalah contoh di mana wajib mendahulukan khobar daripada mubtada’nya. yaitu merupakan tempat yang kedua dari empat tempat yang wajib mendahulukan khobar.
Pada asalnya mubtada’ itu ada di awal kemudian khobar, sebab khobar itu sendiri memberian faidah terhadap kalimat itu ( mubtada’ ), artinya mubtada’ tak akan bisa difaham jika tidak ada khobar. misalnya زَيْدٌ saja tanpa قَائِمٌ umpamanya, dalam contoh tersebut hanya menyebut mubtada’ zaid tanpa menyebut khobar bagaimana tentang zaid. nah barulah difaham jika mubtada’ disertai khobar yang menjelaskan bagaimana tentang zaid. seperti lafadz زَيْدٌ قَائِمٌ artinya adapun zaid itu orang yang berdiri. jadi lengkap dan bisa difahami bahwa zaid itu berdiri.
Akan
tetapi ada juga khobar wajib diakhirkan seperti adanya khobar berupa isim
istifham ( pertanyaan ) atau khobar dimudlofkan pada isim istifham. dalam hal
ini maka wajib hukumnya khobar didahulukan.
Contoh
khobar yang berupa istifham:
كَيْفَ حَالُكَ ؟
Itu
bagaimana keadaanmu ?
Contoh khobar yang dimudlofkan pada istifham:
إِبْنُ مَنْ اَنْتَ ؟
Itu putranya
siapa adapun engkau
Lafadz إِبْنٌ dimudlofkan
pada istifham yaitu مَنْ , dari kedua contoh di ata swajib
khobar didahulukan dari mubtada’nya sebab istifham atau yang dimudlofkan pada
istifham menjadi awal pembicaraan. khobar muqoddam seperti ini tidak menyimpan
makna إِسْتَقَرَّ، كَائِنٌ sebab yang menjadi khobar bukan berupa dzorof atau jar
majrur.
Wajib mendahhulukan khobar yang ketiga daripada empat
yaitu apabila dlomir bersambung dengan mubtada’ yang dlomir tersebut kembali
pada khobar.
Contoh:
فِي الدَّارِ صَاحِبُهَا
Itu tetap di dalam rumah adapun pemiliknya ( rumah )
Dalam susuna seperti ini apabila khobar diakhirkan
maka akan menetapkan adanya dlomir kembali pada lafadz yang ada diakhirnya baik
dalam kedudukan atau lafadz, dan seperti ini adalah susunan yang sangatlah
lemah. semisal mubtada’nya didahulukan seperti lafadz:
صَاحَبُهَا فِي الدَّارِ
Adapun pemiliknya
( rumah ) itu tetap di dalam rumah
Wajib mendahulukan khobar yang keempat ( terakhir )
yaitu apabila adanya khobar membatasi dalam mubtada’ begitu itu mubtada’
bersama إِلاَّ secara lafadz contoh:
مَاخَالِقٌ إِلاَّ اللهُ
Tidak ada
itu dzat yang menjadikan kecuali adapun Allah
Artinya dalam susunan ini memberi batasan bahwa yang
menciptakan atau pencipta itu hanyalah Allah bukan yang yang lain. andaikan
mubtada’ taruh di awal atau khobar diakhirkan maka susunannya menjadi:
مَا اللّهُ إِلاَّ خَالِقٌ
Tidak ada
adapun Allah kecuali dzat yang menciptakan
Maka jelas rusaklah maknanya sebab susunan ini
memberikan pengertian bahwa tidak ada shifat lain bagi Allah kecuali hanya
menciptakan. hal ini sangat nampak sekali salah susunannya sebab mengakibatkan
pemahaman yang keliru.
Atau adanya mubtada’ bersama dengan إِلاَّ dalam makna.
seperti dalam lafadz:
إِنَّمَا مَحْمُوْدٌ مَنْ يَجْتَهِدُ
Tidak ada
itu orang yang dipuji kecuali orang yang berusaha keras
Kalau إِلاَّ ditulis maka
menjadi seperti ini:
مَا مَحْمُوْدٌ إِلاَّ مَنْ يَجْتَهِدُ
Tidak ada
itu orang yang dipuji kecuali orang yang berusaha keras
Susunan ini memberikan pengertian bahwa orang dipuji
hanyalah orang yang bersusah payah ( bekerja keras ) atau memberikan batasa
bahwa yang dipuji hanyalah orang suka bbekerja keras.
Semoga artikel ini menambah pwngertian bagi pemula
dalam belajar ilmu nahwu, semoga pula manfaat dan barokah. Aaamiin
*Miliki
bukunya dan pelajari isinya.
*Share
materinya
Kritik,
saran, tanggapan anda bisa anda tulis di kolom komentar atau via wa:
0852 5971
7000
Penulis: Moh Mahfudz Rozy
Support dakwah
dengan infaq: BSI Rek 1177974474 an. MOH MAHFUDZ ROZY
TAG
#Metode #Amtsilati #santribacakitab #Belajarbacakitabkuning
#Nahwu
#Khobar #Mubtada #Santri